Sabtu, 03 Desember 2011

BIOGRAFI SITI KHADIJAH


BIOGRAFI SITI KHADIJAH


Siti Khadijah adalah putri Khuwailid bin As’ad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab al-Qurasyiyah al-Asadiyah. Siti Khadijah dilahirkan di rumah yang mulia dan terhormat, pada tahun 68 sebelum hijrah. Khadijah tumbuh dalam lingkungan yang keluarga yang mulia, sehingga akhirnya setelah dewasa ia menjadi wanita yang cerdas, teguh, dan berperangai luhur. Karena itulah banyak laki-laki dari kaumnya yang menaruh simpati padanya. Syaikh Muhammad Husain Salamah menjelaskan bahwa Siti Khadijah, nasab dari jalur ayahnya bertemu dengan nasab Rasulullah pada kakeknya yang bernama Qushay. Dia menempati urutan kakek keempat bagi dirinya.
Pada tahun 575 Masehi, Siti Khadijah ditinggalkan ibunya. Sepuluh tahun kemudian ayahnya, Khuwailid, menyusul. Sepeninggal kedua orang tuanya, Khadijah dan saudara-saudaranya mewarisi kekayaannya. Kekayaan warisan menyimpan bahaya. Ia bisa menjadikan seseorang lebih senang tinggal di rumah dan hidup berfoya-foya. Bahaya ini sangat disadari Khadijah. Ia pun memutuskan untuk tidak menjadikan dirinya pengangguran. Kecerdasan dan kekuatan sikap yang dimiliki Khadijah mampu mengatasi godaan harta. Karenanya, Khadijah mengambil alih bisnis keluarga.
Pada mulanya, Siti Khadijah menikah dengan Abu Halah bin Zurarah at-Tamimi. Pernikahan itu membuahkan dua orang anak yang bernama Halah dan Hindun. Tak lama kemudian suamianya meninggal dunia, dengan meninggalkan kekayaan yang banyak, juga jaringan perniagaan yang luas dan berkembang. Lalu Siti Khadijah menikah lagi untuk yang kedua dengan Atiq bin ‘A’id bin Abdullah al-Makhzumi. Setelah pernikahan itu berjalan beberapa waktu, akhirnya suami keduanya pun meninggal dunia, yang juga meninggalkan harta dan perniagaan.
Dengan demikian, saat itu Siti Khadijah menjadi wanita terkaya di kalangan bangsa Quraisy. Karenanya, banyak pemuka dan bangsawan bangsa Quraisy yang melamarnya, mereka ingin menjadikan dirinya sebagai istri. Namun, Siti Khadijah menolak lamaran mereka dengan alas an bahwa perhatian Khadijah saat itu sedang tertuju hanya untuk mendidik anak-anaknya. Juga dimungkinkan karena, Khadijah merupakan saudagar kaya raya dan disegani sehingga ia sangat sibuk mengurus perniagaan.
Siti Khadijah mempunyai saudara sepupu yang bernama Waraqah bin Naufal. Beliau termasuk salah satu dari hanif  di Mekkah. Ia adalah sanak keluarga Khadijah yang tertua. Ia mengutuk bangsa Arab yang menyembah patung dan melakukan penyimpangan dari kepercayaan nenek moyang mereka (nabi Ibrahim dan Ismail).
Para sejawatnya mengakui keberhasilan Siti Khadijah, ketika itu mereka memanggilnya “Ratu Quraisy” dan “Ratu Mekkah”. Ia juga disebut sebagai at-Thahirah, yaitu “yang bersih dan suci”. Nama at-Thahirah itu diberikan oleh sesama bangsa Arab yang juga terkenal dengan kesombongan, keangkuhan, dan kebanggaannya sebagai laki-laki. Karenanya perilaku Khadijah benar-benar patut diteladani hingga ia menjadi terkenal di kalangan mereka.
Pertama kali dalam sejarah bangsa Arab, seorang wanita diberi panggilan Ratu Mekkah dan juga dijuluki at-Thahirah. Orang-orang memanggil Khadijah dengan Ratu Mekkah karena kekayaannya dan menyebut Khadijah dengan at-Thahirah karena reputasinya yang tanpa cacat.
Suatu ketika, Muhammad berkerja mengelola barang dagangan milik Siti Khadijah untuk dijual ke Syam bersama Maisyarah. Setibanya dari berdagang Maysarah menceritakan mengenai perjalanannya, mengenai keuntungan-keuntungannya, dan juga mengenai watak dan kepribadian Muhammad. Setelah mendengar dan melihat perangai manis, pekerti yang luhur, kejujuran, dan kemampuan yang dimiliki Muhammad, kian hari Khadijah semakin mengagumi sosok Muhammad. Selain kekaguman, muncul juga perasaan-perasaan cinta Khadijah kepada Muhammad.
Tibalah hari suci itu. Maka dengan maskawin 20 ekor unta muda, Muhammad menikah dengan Siti Khadijah pada tahun 595 Masehi. Pernikahan itu berlangsung diwakili oleh paman Khadijah, ‘Amr bin Asad. Sedangkan dari pihak keluarga Muhammad diwakili oleh Abu Thalib dan Hamzah. Ketika Menikah, Muhammad berusia 25 tahun, sedangkan Siti Khadijah berusia 40 tahun. Bagi keduanya, perbedaan usia yang terpaut cukup jauh dan harta kekayaan yang tidak sepadan di antara mereka, tidaklah menjadi masalah, karena mereka menikah dilandasi oleh cinta yang tulus, serta pengabdian kepada Allah. Dan, melalui pernikahan itu pula Allah telah memberikan keberkahan dan kemuliaan kepada mereka.
Dari pernikahan itu, Allah menganugerahi mereka dengan beberapa orang anak, maka dari rahim Siti Khadijah lahirlah enam orang anak keturunan Muhammad. Anak-anak itu terdiri dari dua orang laki-laki dan empat orang perempuan. Anak laki-laki mereka, al-Qasim dan dan Abdullah at-Tahir at-Tayyib meninggal saat bayi. Kemudian, empat anak perempuannya adalah Zainab, Ruqayyah, Ummi Kulsum, dan Fatimah az-Zahra. Siti Khadijah mengasuh dan membimbing anak-anaknya dengan bijaksana, lembut, dan penuh kasih sayang, sehingga mereka pun setia dan hormat sekali kepada ibunya.
Setelah berakhirnya pemboikotan kaum Quraisy terhadap kaum muslim, Siti Khadijah sakit keras akibat beberapa tahun menderita kelaparan dan kehausan. Semakin hari kondisi kesehatan badannya semakin memburuk. Dalam sakit yang tidak terlalu lama, dalam usia 60 tahun, wafatlah seorang mujahidah suci yang sabar dan teguh imannya, Sayyidah Siti Khadijah al-Kubra binti Khuwailid.
Siti Khadijah wafat dalam usia 65 tahun pada tanggal 10 Ramadhan tahun ke-10 kenabian, atau tiga tahun sebelum hijrah ke Madinah atau 619 Masehi. Ketia itu, usia Rasulullah sekitar 50 tahun. Beliau dimakamkan di dataran tinggi Mekkah, yang dikenal dengan sebutan al-Hajun.
Karena itu, peristiwa wafatnya Siti Khadijah sangat menusuk jiwa Rasulullah. Alangkah sedih dan pedihnya perasaan Rasulullah ketika itu. Karena dua orang yang dicintainya (Khadijah dan Abu Thalib) telah wafat, maka tahun itu disebut sebagai ‘Aamul Huzni (tahun kesedihan) dalam kehidupan Rasulullah

Rabu, 30 November 2011

 Kata Maaf Untuk Ibu Menjelang Ramadhan

            Menjelang bulan ramadhan diantara kita pastinya menyempatkan diri untuk maaf- mafaan dengan orang tua dan juga sanak family lainnya. Ramadhan rasanya belum lengkap tanpa mendapatkan maaf dari orang tua terutama ibu. Saya ingat ketika dulu kecil begitu sering melukai hati ibu. Hati yang begitu lembut, hati yang diciptakan penuh dengan kebersihan dan ketulusan yang teramat dalam. Mungkin puasa nanti, esok, bahkan satu detik yang akan datang kita tak pernah tau situasi apa yang akan terjadi.
           Menyesal rasanya, melihat banyak saat ini orang yang meninggal mendadak membuat saya bertanya mungkinkah saya akan lama tinggal di dunia ini? Mungkinkah luka yang membekas dihati orang tua saya akan terobati? Semua pertanyaan itu terus menggelayut di dalam hati dan menjadi beban  moril tersendiri dihati saya. Mungkinkah kata “MAAF” yang tulus akan saya dapatkan sebelum puasa nanti.
             Banyak hal yang membuat kita merasa melupakan apa yang kita dapat saat ini, kalau bukan doa dan restu dari orang tua mungkin kita tidak bisa sampai sebesar dan sesukses saat ini, untuk menjalani hidup kedepan yang leih baik lagi.
             Jadikan puasa ini menjadi berkah dan juga ladang pahala untuk anda. Minta maaflah mulai saat ini mumpung masih ada waktu kepada Ibu, Karena jasa ibu lah saat ini kita masih berada di muka bumi ini, karena kasih sayangnya juga kita masih bisa menghirup udara dan memberi sesuatu yang dulu mereka beri kepada anak kita sekarang .
           Karena tidak ada yang bisa menggantikan sosok ibu, tidak ada yang bisa menyerupai kebaikan yang ia berikan kepada kita, pelukan , senyuman, sentuhan tulus, dan air mata penuh kasih yang senantiasa tercurah sepanjang hari. Mari sambut ramadhan kita dengan meminta maaf yang sebesar- besarnya kepada Ibu kita, dan juga ayah serta orang –orang yang kita sayang. Semoga puasa kita annti mamp menjadikan kita pribadi yang lebih baik lagi.

Rabu, 23 November 2011

BATAS-BATAS AURAT MENURUT ISLAM .







.

Salamullah ‘alikum warahmatullah wa barakatuh……,Segala puji-pujian terhadap ALLAH S.W.T ,Tuhan yang punya ‘alam semesta ini.Selawat dan salam kepada Junjungan Besar kita,Nabi Muhammad S.A.W,Nabi yang ummi,yang tidak tahu akan bacaan(membaca) serta segala tulisan(menulis),tetapi adalah insan yang cukup mulia,cukup lebih pintar dan mempunyai kefahaman yang cukup mendalam serta dapat membaca akan sagala isi hati dan perasaan manusia melebihi akan akan orang-orang yang tahu membaca dan menulis.Serta cucuran rahmat-NYA,ke atas keluarga Bagnda S.A.W dan Para Sahabatnya yang tercinta.dan tidak lupa juga kepada para ‘alim ‘ulamak yang berjasa dalam meneruskan dakwah yang ditinggalkan oleh Nabi S.A.W……….Amin…..
Saya yang jahil lagi faqir dalam igama ini ingin berkongsi sedikit pengetahuan yang cetek ini kepada kita semua terutama bagi saya yang faqir lagi jahil ini dan sekeluarga.




BATAS-BATAS AURAT DALAM ISLAM

Sebelum kita terus membincangkan tentang sesuatu fesyen atau bentuk pamakaian pakaian dalam islam oleh lelaki mahupun perempuan,marilah sama-sama kita memahami terlebih dahulu akan kedudukan serta batas-batas aurat lelaki dan perempuan serta kanak-kanak yang telah ditetapkan oleh syariat islam
Dengan inilah baru dapat kita memahami akan segala bentuk dan fesyen pakaian di dalam islam dan barulah boleh kita merangkakan bagaimana ingin melahirkan pakaian yang di tuntut dalam islam.
Pengertian aurat menurut bahasa adalah keaiban.Manakala menurut pandangan atau pengertian syarak ialah "Bahagian-bahagian tertentu yang ada pada badan manusia yang wajib ditutupi daripada pandangan orang yang diharamkan untuk melihatnya(bukan mahram)".
Perbezaan batas-batas aurat bagi seseorang ialah kerana hubungan keturunan dan kerana tali ikatan akibat perkahwinan,seperti mertua,menantu,ipar duai dan sebagainya serta kerana penyusuan..






AURAT-AURAT KETIKA BERSENDIRIAN Para alim ulama mazhab telahpun mempunyai pelbagai pendapat dan pandangan yang berbeza-beza bagi aurat ketika bersendirian,baik lelaki mahupun perempuan.
Bagi Imam Hanafi dan Imam Hambali,mereka berpendapat bahawa aurat ketika bersendirian adalah sebagaimana yang telah di larang terhadap seorang yang mukallaf(orang yang telah dituntut untuk beramal dengan suruhan dan meninggalkan segala bentuk larangan) daripada mendedahkan auratnya dihadapan orang yang diharamkan untuk melihatnya.Makanya dengan itu jualah di larang kepada kita supaya jangan mendedahkan aurat ketika bersendirian sekalipun.Kecuali apabila kita berada di dalam keadaan dharurat atau di dalam keadaan terpaksa membukanya.seperti mana yang kita semua sedia maklum tentang keadaan ketika kita sedang qodho hajat atau ketika sedang mandi.Maka apabila ketika sedang kita di dalam keadaan yang dharurat,bolehlah kita membukanya.
Manakala sementara bagi pendapat dan pandangan Imam Maliki dan Imam Shafie,aurat ketika kita sedang bersendirian adalah tidak diharamkan mendedahkan auratnya bahkan hanyalah makhruh sahaja kecuali pada ketika kita sedang di dalam keadaan yang dharurat.Makanya apabila kita sedang di dalam keadaan dharurat,diharuskan kepada kita untuk membukanya.

BATAS-BATAS AURAT KAUM LELAKI
Di dalam hadis riwayat Imam Muslim,Imam Ahmad,Imam Abu Daud,dan Imam At-Turmuzi dinyatakan bahawa Nabi Muhammad S.A.W telahpun bersabda yang maksudnya:
"Seorang lelaki tidak boleh melihat aurat lelaki yang lainnya,demikian jugalah wanita juga tidak boleh melihat aurat wanita yang lainnya juga.tidak boleh 2 orang lelaki berada(tidur) di dalam 1 selimut,demikian jugalah bagi wanita dilarang berbuat yang demikiannya".
Para alim ulama’ mazhab mempunyai pelbagai pendapat dan pandangan yang cukup berbeza-beza mengenai had serta batas-batas aurat lelaki.Sama ada melihat atau di lihat oleh orang lainnya.



 Bagi pendapat dan pandangan hukum Imam Hanafi dan Imam Hambali "lelaki diwajibkan untuk menutupi auratnya di antara pusat hinggalah melebihi paras lutut daripada dilihat oleh lelaki atau wanita yang bukan mahramnya kecualilah kepada isterinya.Isteri boleh(harus) melihat aurat suaminya,kecuali pada kemaluannya dan demikian jugalah bagi suami kepada isterinya.Ini adalah kerana hukum suami isteri melihat kemaluan masing-masing adalah makhruh hukumnya.
Manakala bagi pendapat dan pandangan hukum menurut Imam Maliki dan Imam Shafie; "Aurat kaum lelaki ada 2 keadaan.(1).Auratnya dengan sesama lelaki dan wanita yang mahram dengannya.(2).Auratnya dengan wanita yang bukan mahram dengannya.Keadaannya dengan golongan yang pertama,iaitu dengan lelaki dan wanita yang mahram dengannya adalah di antara atas pusat hinggalah melebihi paras lutut sahaja.Manakala dengan golongan yang ke 2,iaitu sesama dengan wanita yang bukan mahram dengannya adalah seluruh badannya itu aurat bagi mereka.Ertinya di sini adalah seluruh tubuhnya adalah dilarang untuk di lihat oleh kaum wanita yang bukan mahramnya.Kecuali bagi Imam Maliki yang membolehkan hujung-hujung aurat lelaki boleh di lihat oleh wanita yang bukan mahramnya apabila aman daripada fitnah.Sementara Imam Syafie mengharamkan melihat dengan mata"(Rujuk kepada kitab Al-Fiqh ‘Ala Al-Mazahib Al-Arba’ah).


 Sumber : Situs nur's